Pages

12.10.13

Zona Nyaman

Beberapa minggu yang lalu, saya sempat kepikiran soal zona nyaman, soal melanggar batas zona nyaman, dan motivasi di balik perilaku pemberontakan itu. Kenapa seringkali motivator-motivator itu berbicara soal keluar dari zona nyaman? Untuk apa kita mesti bersusah-susah keluar dari zona nyaman kita? Bukankah manusia itu mencari kebahagiaan, bukankah zona nyaman itu merupakan zona di mana dia akan merasa bahagia? Bukankah kebahagiaan itu relatif tiap orang? Dengan begitu, bukankan uang, jabatan, kekuasaan, atau parameter sukses lainnya, yang biasanya didengungkan orang sebagai motivasi untuk keluar dari zona nyaman pun jadi relatif?

Saya kepikiran hal ini ketika saya tengah bersantai di petak ruang tamu kosan sambil menonton drama Korea. Saya bahagia saat itu: bisa tidur-tiduran, makanan delivery tinggal telepon, nonton drama Korea dengan pemeran utama favorit saya si Joo Won, dan bercengkerama atau melakukan kegiatan absurd bersama teman-teman kosan saya. Saya ingat kalau besok ternyata hari Senin, dan saya harus masuk kantor dan rela berdesak-desakan di commuter line pagi dan malam harinya untuk bekerja, sementara teman-teman kosan saya yang lain masih bisa melakukan kegiatan seperti saya di atas sembari menunggu wisuda.

Kantor saya berada di LPDP, komplek Kementerian Keuangan RI, di Lapangan Banteng, Jakarta. Kosan saya di Bintaro, Tangerang Selatan. Untuk menuju kantor, saya harus naik angkot ke Stasiun Pondok Ranji, lalu naik commuter line sampai Tanah Abang, menyambung naik Kopaja 502, dan Kopaja 20. Saya harus bangun pagi setiap hari kerja dan berangkat maksimal jam 6 pagi dari kosan agar tidak terlambat masuk kantor. Commuter line selalu penuh sesak di jam-jam kerja, apalagi semenjak tarif progresif yang murah itu diberlakukan. Pulang kantor lama perjalanan biasanya lebih panjang karena kereta yang disediakan datang setiap 30 menit sekali, tidak seperti kereta pagi yang datang setiap 10 menit sekali, sehingga biasanya saya sampai di kosan dengan range waktu antara jam 19.30 s.d. jam 20.00 jika jam pulang kerja normal, dan lebih malam kalau ngelembur. Rutinitas ini selalu saya lakukan semenjak saya PKL kemarin sampai dengan sekarang saat saya mulai magang di LPDP.

Tiap pulang kantor, saya menyaksikan teman-teman kosan saya sedang bercengkerama satu sama lain atau pun dengan laptopnya sendiri-sendiri. Saya langsung kepikiran betapa enaknya mereka, bisa bersantai-santai di depan TV pada jam itu, tidur bisa lebih lama, tidak berdesak-desakan—saya sering mengistilahkan berdesak-desakan ini dengan frase "padat mirip sarden", padahal kalau dipikir-pikir sarden itu tidak berdesak-desakan—di commuter line, dan keuntungan-keuntungan lainnya yang bermunculan satu-satu di kepala saya pada saat itu. Seringkali, perasaan itu muncul dan membuat motivasi bekerja saya sedikit goyah. Namun, setelah dijalani beberapa lama, saya mulai menikmati rutinitas baru saya tersebut, dan saya sedikit demi sedikit mulai paham maksud dari istilah "menerabas batas zona nyaman" itu.

Saya mulai menikmati saat-saat berebut masuk kereta agar dapat tempat duduk, atau lebih tepatnya agar dapat sedikit ruang untuk berdiri, agar saya tidak perlu menunggu kereta berikutnya lagi. Terkadang, fenomena di dalam kereta itu lucu dan bisa bikin tersenyum. Manusia-manusia kereta sudah terbiasa dengan berdesak-desakan dan bersenggol-senggolan. Kereta bukan lagi sekadar jembatan pergi-pulang. Dan bagi saya, kereta merupakan ruang publik yang mempertemukan dan mendekatkan beragam jenis masyarakat dari berbagai latar. Pengalaman berangkutan-umum-ria ini membuat saya lebih mengenal wajah Jakarta.

Selain itu, ada banyak hal yang dapat saya pelajari di kantor, baik dari hal teknis seperti kegiatan administrasi, maupun inspirasi dari orang-orang yang lebih dahulu berjuang di LPDP. Kegiatan forum group discussion dengan para pakar merupakan kesempatan berharga untuk bertukar pikiran dengan orang-orang hebat itu. Selain itu, LPDP sering mengadakan training untuk karyawan barunya seperti training budaya kerja dan manajemen. Lelahnya naik kereta tidak sebanding apabila saya berandai-andai betapa berlimpahnya ilmu di LPDP untuk digali.

Beruntunglah saya yang dapat menjelajah Bintaro-Jakarta Pusat yang jaraknya sekitar 25 kilometer dalam waktu 90 menit saja berkat kereta. Bayangkan jika saya harus berjalan kaki pulang-pergi setiap harinya. Kereta—yang walaupun keadaannya sekarang masih lebih dekat cacat daripada sempurna—adalah buah dari usaha menerabas zona nyaman manusia di masa lalu. Jika dicocokkan dengan salah satu nilai atau budaya kerja LPDP, menerabas batas zona nyaman dekat dengan nilai “kesempurnaan”.

Lho, mengapa “kesempurnaan”? Apa hubungannya menerabas batas zona nyaman dengan kesempurnaan? Kesempurnaan bukanlah sesuatu yang hakiki karena sifatnya pun relatif. Kita tidak akan tahu keadaan sesuatu itu sudah sempurna atau belum, bisa jadi ada sesuatu yang bisa diperbaiki lagi. Pada akhirnya, yang tersisa dari kesempurnaan adalah usaha kita untuk terus ingin lebih baik. Orang-orang dulu itu, menerabas zona nyamannya untuk tidak hanya duduk diam menyaksikan sesamanya berjalan kaki jauh. Mereka mulai mencipta roda dari batu agar pekerjaan mereka dapat diselesaikan lebih cepat dan mudah. Roda batu itu kemudian berkembang terus menjadi roda kayu, menjadi pedati, dan seterusnya, yang menjadi cikal-bakal kendaraan umum yang berseliweran di jalan raya kita pada hari ini.

Keinginan untuk terus lebih baik, atau dalam istilah bahasa Inggris populer dengan istilah improvement ini pun sering diterapkan dalam manajemen suatu organisasi. Di Jepang, ada istilah kaizen untuk usaha perbaikan terus-menerusnya dengan menjalankan satu siklus PDCA (plan-do-check-action). Di Kementerian Keuangan, termasuk LPDP, ada satu value yang menggelorakan semangat untuk terus lebih baik, “kesempurnaan”. Saya pun sempat terkecoh dengan istilah kesempurnaan ini. Saya pernah ada di suatu masa di mana saya terlalu takut untuk membuat kesalahan dalam bekerja. Namun, setelah beberapa lama bekerja, saya memahami bahwa tidak ada yang salah dengan melakukan kesalahan asalkan kita berusa untuk memperbaikinya terus di hari depan, atau dengan kata lain selalu mengevaluasi apa pun yang telah kita kerjakan.

Akhirnya, setelah mengalami kejadian-kejadian di atas, saya punya istilah sendiri dari "menerabas batas zona nyaman", yaitu "mengekspansi batas zona nyaman". Saya mendefinisikan keadaan tersebut bukan keluar dari zona nyaman saya, tetapi saya memperluas area di mana saya bisa bahagia di dalamnya. Saya melakukan suatu improvement dalam diri saya. Kalau diilustrasikan secara sederhana, kurang lebih maksud saya seperti ini:

Arnold H. Glasow berkata, Improvement begins with I. Semua perbaikan itu berawal dari diri sendiri. Tak ada peradaban yang tidak dihasilkan dari perbaikan terus-menerus dan semua itu selalu berawal dari hal-hal terdekatnya. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila Kahlil Gibran, seorang pujangga yang tersohor hingga abad ini, menggelorakan semangat untuk terus maju menuju kesempurnaan dalam syairnya, yang ternyata kesempurnaan menurutnya pun bukanlah sesuatu hal tanpa haling-rintang—“Maju! Jangan berhenti. Bergerak maju adalah bergerak menuju kesempurnaan. Maju, dan jangan takut dengan duri serta batu-batu tajam dalam kehidupan.“1)



___________
1) March on. Do not tarry. To go forward is to move toward perfection. March on, and fear not the thorns, or the sharp stones on life's path.

26.8.13

Kesengsem

PERHATIAN!
Postingan ini mengandung delusi & kerandoman yang tak dapat diidentifikasi jenisnya maupun dikalkulasi besarannya. Sekali-sekali membuat blog lebih berwarna dengan tulisan sejenis ini mungkin gak ada salahnya, hahaha.
---------------------------------------------------

Akhir-akhir ini saya menyadari suatu hal: kejadian yang  lumayan sering membuat saya menggumam bersyukur, "Tuhan, terima kasih atas karya indah luar biasanya!" selain ketika melihat pemandangan alam yang indah menakjubkan, adalah ketika saya mendengar dan menonton performa dari orang-orang yang saya kagumi.
Contohnya ini, Jun Sung Ahn dengan biolanya, main Canon in C versi rock. Udah mainnya jago, mukanya unyu pula, gimana gak kesengsem.


Lalu, ada juga nih yang bikin saya kesengsem (lagi) akhir-akhir ini. Joo Won! Nama lengkapnya Moon Joo Won. Sudah kesengsem dengan dia dari dulu waktu main jadi Gu Majun di drama Korea Baker King Kim Takgu (2010). Padahal dulu di situ dia antagonis perannya, tapi tak sengaja tak dinyana malah kesengsemnya sama dia. Kemarin-kemarin saya baru tahu dia main drama baru, judulnya Good Doctor. Dia jadi dokter yang menderita savant syndrome gitu, lack of social ability but prodigy in particular area. Yah, tapi mau diapain juga, mau jadi polisi, jadi pastry, jadi orang autis sekali pun, tetep aja ganteng. Akhirnya gara-gara cinta lama bersemi kembali, saya mulai menonton drama-drama Joo Won lain yang belum saya tonton sembari nunggu episode baru Good Doctor--yang juga lagi running di Korea--keluar (Oh, ya, seperti biasa, drama Joo Won kali ini pun ratingnya sangat bagus!).

Kemarin sempat preview Ojakgyo Brothers (baca: nonton drama di-skip-skip cuma nonton yang ada Joo Won-nya dulu muahaha), dan Joo Won di situ seperti biasa ganteng kali mak! Gentle! Mana itu pertama kalinya saya nonton drama dia jadi protagonis & normal, sebelumnya kan di Kim Takgu dia antagonis & di Good Doctor dia kena savant syndrome. Entah, ya, kenapa itu kombinasi antara matanya (Saya paling suka fitur wajahnya yang ini! Habis itu bibirnya, terus hidung juga. *semuanya aja*), bibir, hidung, suara, ekspresi, & kepribadian yang dimainkan di dramanya keliatan bagus banget di mata saya, tampan! Sampai-sampai semalam saat saya menyaksikan klip gambar bergerak yang isinya dia bermain peran itu, tanpa sadar saya menyenandungkan puisinya Rangga AADC dengan sedikit modifikasi: "Lalu kali ini aku melihat karya surga dari mata seorang adam..." 
















Hadeh. Mudah-mudahan saya nanti punya suami yang gantengnya kayak Joo Won & hanya mencintai saya, ya, sebagai istrinya. (Udah aminin aja. :3)
Good bye & have a nice day. Selamat melanjutkan aktivitas!

Edit:
Saya sudah menonton 7 episode pertama Bridal Mask (Gaksital), salah satu dramanya Joo Won juga di tahun 2012. DAN TERNYATA DRAMANYA YANG INI KEREN BANGET, SODARA-SODARA!
Drama kolosal gitu tentang penjajahan Jepang di Korea, liat aja sinopsisnya di internet atau tonton sendiri, gak akan nyesel. Inilah yang bikin saya kagum dengan drama Korea, bikinnya itu serius, niat, total! Drama2nya itu mendekati kelas film layar lebar baik properti, efek, story-line, maupun akting para aktor/aktrisnya. Korean dramas are the best! Pantes ratingnya bagus banget & di drama ini Joo Won menang penghargaan Excelence Award & Popularity Award dari KBS Drama Award! Aduh Bang Joo Won~ 

Edit++:
Saya akhirnya menyelesaikan drama Joo Won yg sebelumnya saya kira jelek, 7th Grade Civil Servant, ternyata bagus juga sodara2! 
Drama ber-genre romance-comedy ini sukses bikin saya kesengsem sekesengsem-kesengsemnya (lagi) karena selain Joo Won di sini protagonis, normal, romantis seperti biasa tapi lebih kasual, gak seserius/lonely kayak di drama2 dia biasanya, unyu, lucu, nakal gimana gitu, aaaaaaaaaaahhhh 
Tapi memang, saya akui dari segi cerita drama ini ringan, nontonnya bikin kita happy, senyum2 gimana gitu hahaha. Sebelumnya saya agak males nonton drama yg ini. Sebabnya: pertama, saya udah liat komentar orang2 duluan, banyak yg bilang drama ini ibarat 'noda' riwayat kariernya Joo Won yg cemerlang gitu; kedua, saya sempat nonton 5 episode pertama drama ini, awalnya sih oke-oke aja, mana Joo Won cakep banget di drama ini, cute-nya keluar banget tanpa dia harus autis kayak di Good Doctor >_< Jadi bisa liat ekspresi dia seutuhnya, senormal2nya, & banyak adegan di mana dia tidur! Entah kenapa saya suka banget ngeliat Joo Won kalo lagi tidur, pingin dipeluk. >_< Tapi, di episode awal2 itu banyak adegan yg kesannya 'cheap' gimana gitu, gak kayak drama2 Joo Won biasanya deh. Jadinya sempet males lanjutin; ketiga, awalnya saya liat si Choi Kang Hee, lawan mainnya Joo Won di sini, gak cocok banget deh dengan Joo Won, selisih 10 tahun gitu lebih tua. >_<

Eh, berhubung bosen & pingin isi amunisi & asupan gizi Joo Won lagi, ditonton juga deh dramanya. Dan ternyata gak nyesel nontonnya nyampe habis! >_< Kalo dipikir2 gak jelek juga ah, cuma beda genre aja, akting Joo Won sama Choi Kang Hee di sini juga bagus BANGET! Choi Kang Hee lama2 kalo diliat unyu juga, padahal umurnya udah 36-an tuh pas main drama ini, gila awet muda banget! >_<

Dengan begini akhirnya saya resmikan SEMUA drama Joo Won recommended hahaha. Boleh dipilih tonton dramanya, semuanya bagus, semuanya cemerlang & masterpiece:
1. Baker King Kim Takgu -- Gu Majun (antagonis, kesepian, posesif, ahli bikin roti walaupun bukan passion-nya di situ, iri dengan Takgu, ini pertama kalinya kenal Joo Won & suka dia >_<)
2. Ojakgyo Brothers -- Hwang Tae Hee (protagonis, polisi, kesepian, banyak scene romantis tapi lebih banyak dia gak pekanya, posesif & kalo lagi cemburu unyu >_<, cool, pendiam/penyendiri, ramah, gentle BANGET, baik hati banget, hormat & nurut dengan orang tua >_< Sempet jadi the best Joo Won's character versi Dian hahaha)
3. Bridal Mask (Gaksital) -- Lee Kang To (protagonis, polisi & gaksital, kesepian walaupun dari luar terlihat oppa gangnam style, kereeeen pinter berantem *eh kayaknya di semua dramanya Joo Won selain Good Doctor, Joo Won itu karakternya cowok2 atletis yg kalo berantem jago & terlihat keren, kalo lagi marah tetep ganteng gitu >_<*, romantis *yg jarang tersampaikan akibat banyaknya action scene di film ini, gak sebanyak di Ojakgyo Brothers atau pun 7th Grade Civil Servant yg amunisi scene2 so sweet-nya melimpah)
4. 7th Grade Civil Servant -- Han Gil Ro (protagonis, oppa gangnam style, anak orang kaya, seenak perut semau gue, manja, cute, lucu, unyu, romantis  udah dijelasin di atas ya.)
5. Good Doctor -- Park Shi On (protagonis, autis, jenius, cute, unyu, mukanya beberapa mirip di beberapa scene di 7th Grade Civil Servant, polos banget >_<)

Kalo dilihat dari role2 yg udah diambilnya, Joo Won punya range akting yg luas banget. Joo Won secara harfiah benar2 menjelma menjadi karakter dalam drama yg sedang dia mainkan. Perbandingannya begini: Hwang Tae Hee di Ojakgyo Brothers itu sumpah gentleman abis, tipe cowok baik2 yg sangat menghormati orang lain & orang tua, cowok pendiam yg menyimpan luka dari masa kecilnya sehingga tumbuh jadi orang yg kesepian, terus dibandingkan dengan Han Gil Ro di 7th Grade Civil Servant yg seenak perut semau gue, ekstrovert & pencair suasana, romantis, lucu, konyol, & kekanak2an, terus dibandingin lagi dengan Park Shi On di Good Doctor yg sama sekali gak tau apaan itu namanya cinta apalagi romantis2an, yg autis & gak bisa marah setemperamental dia di drama lain, gak bisa berantem kayak di drama Joo Won lainnya. Pas saya nonton Good Doctor, saya bener2 lupa kalo Park Shi On itu Joo Won, kalo Park Shi On itu orang yg sama dengan Hwang Tae Hee yg gentleman & jago berantem, atau Han Gil Ro yg romantis, atau Majun yg penuh dendam, atau pun Lee Kangto yg heroik (& jago berantem juga haha). Padahal biasanya aktor/aktris itu identik dengan 1 genre, misal komedi ya komedi, kalo main sedih2an gak cocok gimana gitu. Atas keberhasilan Joo Won dalam mengelola range emosinya dalam drama, saya akui Joo Won memang benar2 aktor berbakat.

Looking forward to film barunya Joo Won dengan Kim Ah Jong "Catch Me" nih, romance comedy juga genre-nya. Sama gosip2nya mau main film juga sama Sulli judulnya "Fashion King". Aaaah, Joo Won oppa. Lekaslah kau main film or drama lagi biar daku bisa menikmati dirimu lagi, daku ingin melihat surprise dari dirimu, adegan gimana lagi yg akan kau tampilkan padaku! 

*antara agak sedih, merinding, & mau muntah ngetik kata2 barusan hahahaha*

Oke deh, sekian edit++ kali ini. See you, readers. Joo Won oppa, sementara tipe cowok ideal saya kayak Joo Won oppa loh hahahahahaha 

*merinding lagi*

29.7.13

Rencanakan hidup kalian. Atur hidup & tentukan tujuan kalian dari sekarang. Lakukan hal-hal yang dapat membuat kalian lebih dekat dengan tujuan kalian tersebut. Jika kalian ingin sukses, kalian tidak hanya butuh intelegensi tetapi juga karakter. Asah itu semua selagi dini. Kalian punya value. Kalian memiliki otak-otak yang cerdas & mental-mental yang tangguh. Tetapi, jika kalian tidak mengarahkan kapal kalian ke tujuan yang benar, kalian akan dapat dikalahkan oleh orang-orang yang value-nya tidak lebih tinggi dari kalian. Mereka akan mengalahkan kalian dengan keberuntungan-keberuntungan yang mereka miliki: kekayaan, keberlimpahan informasi, & teman-teman yang berpengaruh.
-- Pak Eko Prasetyo, Direktur Umum Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), ketika melepas kami berlima selesai studi lapangan.

20.7.13

Catch Me If You Can

Di bawah ini ada tulisan abang kelas saya dulu di SMA, Bang Fajar Sofyantoro. Abang yang satu ini memang pinter banget. Dulu beliau adalah abang absen saya di kelas X-9 & tergabung dalam beberapa tim mata pelajaran sekolah (orang-orang di sekolah kami yang biasanya mewakili sekolah untuk mengikuti berbagai lomba terkait mata pelajaran tersebut). Sekarang beliau sedang mengambil program S2-nya di Jepang. Simak tulisannya, yuk! Sangat menginspirasi & memotivasi. :)

-------------

Ke luar negerinya nanti kalau kamu mau ambil master atau doktor saja. Ibu ingin kamu kuliah di Indonesia dulu Le.

Begitulah, sederhana saja kekata yang Ibu sampaikan padaku waktu itu. Ketika kelas dua belas sudah di penghujung tahun ajaran, saat semua anak SMA tingkat akhir sedang bersibuk mempersiapkan diri untuk masuk ke jenjang studi selanjutnya. Aku percaya kita berdua punya pemahaman yang sama, bahwa restu orangtua adalah kunci pembuka keberkahan bagi setiap aktivitas dan pilihan-pilihan dalam hidup. Hingga, cukuplah nasihat ini untukku waktu itu, untuk tak lagi tergiur dengan ajakan dari beberapa rekan turut berebut mendaftar universitas di negeri seberang, agar kemudian bisa berfokus dengan ujian yang akan berlangsung waktu itu.

Beberapa tahun berselang, ketika akhirnya aku tertakdir untuk melanjutkan studi di Yogyakarta, dalam sebuah perbincangan di tengah liburan, aku bertanya tentang alasan Ibu mewajibkanku untuk kuliah dulu di Indonesia. Beliau kemudian berkisah tentang kondisi desa kami, desa pinggiran yang bahkan sinyal telepon pun masih timbul tenggelam. Desa kami seperti umumnya desa pinggiran di Indonesia, masih belum banyak warganya yang sadar tentang pentingnya sekolah, apalagi tentang pendidikan yang memerdekakan. Karenanya, beliau ingin agar kami, aku dan kedua saudaraku, bisa belajar banyak ketika kuliah, mengalami sendiri bagaimana sebenarnya keadaan Indonesia yang sesungguhnya, untuk kemudian bisa pulang dan menjadi bagian dari perbaikan. Bagaimana rasanya berbincang dengan mas-mas angkringan tentang mahalnya beras sampai larut, tercoreng mukanya  dan terbatuk oleh asap sepeda motor dan mobil yang semakin sesak, meringis ketika hanya bisa terdiam saat melihat nenek renta yang masih berjualan pisang rebus sampai malam. Bukan hanya sekedar membaca Indonesia dari media, bukan hanya sekedar melihat Indonesia dari kejauhan, bukan hanya sekedar mengeluh soal kegelapan, tapi benar-benar bisa hidup di tengah Indonesia. Pemahaman tentang Indonesia sebagai amanah inilah yang hendak beliau tanamkan pada kami, tentang mencintai Indonesia, bukan hanya merasakan pantai-ombak-gunung-matahari terbit dan purnama-nya, tetapi juga merasakan semuanya, memperjuangkannya, mengusahakannya, untuk bisa mencintainya tanpa syarat.

Bukan, aku tidak kemudian bermaksud mengecilkan niatan baik dari rekan-rekan kita yang bersekolah di luar negeri untuk tetap berbakti pada negeri ini. Kita semua sudah sepakat, bahwa pilihan untuk pulang kembali ke Indonesia dan mengabdi di sini, tidak saling menegasikan dengan pilihan untuk tetap berada di luar negeri dan berkontribusi dari jauh. Satu hal yang salah adalah ketika pulang justru menjadi beban atau tetap di luar namun hanya menjadikan kontribusi sebagai retorika semata. Namun menurutku, tetap saja, belajar dan mengalami sendiri itu berbeda dengan sekedar membaca dari portal berita online dan gosip-gosip yang beredar. Aku tidak mau, kita menjadi bagian dari mereka yang hanya tahu soal Indonesia dari media, hanya tahu bahwa di Indonesia ada segudang masalah, namun tidak mau menyingsingkan lengan untuk turun tangan dan membersihkannya. Aku tidak mau, kita menjadi bagian dari mereka yang mengerdilkan pentingnya kontribusi di gerakan mahasiswa hanya karena termakan media yang memalsukan aksi hingga seolah terlihat seperti anarki.

Maka ketika melihat tulisan “Andai saya mendapat beasiswa ke Jepang” menjadi nomor ke dua belas dalam daftar mimpimu malam itu, aku bertekad suatu saat akan mengirimkan surat ini ketika tiba waktu yang tepat.

Ada yang bilang, mungkin dengan setengah bercanda, kalau sekolah di luar negeri itu ibarat jalan-jalan berkedok penelitian. Semoga bukan demikian kita mengartikannya. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu kemewahan sekolah di luar negeri adalah bisa berakrab dengan musim yang tidak ada di negeri sendiri, bisa belajar dari berbagai jenis manusia, bahasa dan budaya atau keajaiban alam yang membuat kita menahan nafas karena tidak ada di Indonesia. Namun, apakah itu pantas menjadi tujuan utamanya? Semoga bukan demikian kita mengartikannya. Karena sekolah diluar negeri itu, bukan hanya soal gengsi dan kebanggaan semata. Namun ada amanah yang mesti dipertanggungjawabkan dalam proses itu. Pun ketika kamu tidak berjodoh dengan beasiswa dari Pemerintah (yang notabene adalah uang milik rakyat), bukan berarti amanah untuk berkontribusi pada negeri ini lepas begitu saja. Karena kontribusi untuk negeri ini bukanlah pilihan, ia adalah kewajiban.

Sekolah di luar negeri, seperti di tempatku sekarang, akan mengajarkan kita untuk bisa melangkah keluar dari zona nyaman dan belajar banyak tentang hidup. Bagaimana menjadi sosok yang open mind dan rendah hati ketika bertemu dengan orang-orang baru, sesederhana seperti bagaimana menyikapi keterbatasan pilihan menu makanan sehari-hari, bagaimana bisa berkontribusi terhadap komunitas sosial di sini, bagaimana bisa bergaul namun masih setia dengan prinsip, berbaur namun tidak melebur, serta masih banyak lagi celah-celah yang perlu kamu persiapkan sebelum datang. Sekali lagi, karena niat kita adalah untuk studi, maka pedoman universal dari guru kita waktu itu patut dicamkan baik-baik : bahwa setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah ruang kelas yang penuh ilmu.

Ada banyak jalan untuk mencapainya, banyak setapak yang bisa kamu pilih untuk menyusulku di sini. Entah kamu mengikuti jalan setapak yang sudah dibuka oleh kakak-kakak kita sebelumnya atau justru memilih meretas jalan baru dan membuka belukar menuju negeri yang masih jarang pelajar Indonesia-nya. Kedua pilihan itu, sekali lagi bergantung kepada niatan dan orientasi kita mencari ilmu. Karena seberapa kuat motivasi itu menancap, ia akan menentukan seberapa sungguh kita mau bekerja keras untuk meraihnya. Kita bisa dan harus mau belajar dari mereka-mereka yang sudah lebih dulu sampai. Agar kemudian kita belajar bahwa jalan menuju ke sana tidaklah bertabur bunga namun dipenuhi dengan kerja keras, kerja keras dan kerja keras. Seberapa banyak cerita yang sudah kamu dengar, seberapa kenyang kamu baca kisah tentang mereka, seberapa sering kamu mengulang narasi-narasi tentang perjuangan mereka menggapai mimpi? Maka dari situ kita bisa belajar, bahwa tidak ada elevator yang membawa kita langsung menuju kesuksesan. Ada anak tangga yang perlu kita daki satu-satu untuk bisa sampai ke atas. Pembeda satu dengan yang lain hanyalah konsistensi dan akselerasi-nya. Ada yang bisa sampai lebih cepat, ada juga yang memilih berjalan agak lambat, ada yang konsisten berjuang sampai atas, ada juga yang tertahan ditengah dan kemudian jatuh ke bawah. Akselerasi dan konsistensi ini, diikat oleh sebuah simpul yang bernama kerja keras, bukan hanya kerja keras yang meletup singkat kemudian padam namun kerja-kerja yang istiqomah dan bertahan hingga mimpi itu ada di genggaman tangan. Ini yang sulit.

Sedikit cerita dariku, ketika dalam sebuah forum sosialisasi beasiswa luar negeri, pembawa acara waktu itu membuka dengan sebuah pertanyaan menarik.

Dari sekitar 100 orang yang hadir di ruangan ini, berapa yang sudah mengantungi nilai TOEFL di atas 550?

Hening, tidak ada yang mengangkat tangan.

Baik, saya turunkan standarnya, lanjut beliau. Berapa dari yang hadir ini yang sedang mengambil kursus atau les untuk persiapan TOEFL?

Satu dua tangan terangkat.

Tidak sampai sepuluh ya? kata beliau. Oke, saya rendahkan lagi, berapa dari rekan-rekan peserta seminar beasiswa luar negeri kali ini yang sedang bersungguh-sungguh belajar bahasa asing?

Beberapa mulai mengangkat tangan, tidak semua, hanya sebagian.

Nah, dari sini, kita bisa menyimpulkan, bahwa belum semua dari kita yang ada di ruangan ini benar-benar mengartikan impian sekolah ke luar negeri sebagai sebuah cita-cita. Sebagian masih mengartikannya hanya sebagai angan dan ingin semata. Apa buktinya? Bagi mereka yang sudah serius menjadikan sekolah ke luar negeri sebagai cita-cita, pasti dia sudah merencanakannya dengan sungguh-sungguh : mempersiapkan sertifikat bahasa asing yang sesuai standar, aktif mencari tahu tentang jurusan yang ada di universitas di negara tujuan, bersemangat mengumpulkan informasi tentang beasiswa dan bersiap dengan persyaratan-persyaratan dan sebagainya.

Bagaimana pendapatmu, cah bagus? How far will you fight for your dreams? Bagaimana denganmu, sudah seberapa jauh persiapanmu? Berapa TOEFL-mu, berapa IPK-mu nanti, bagaimana research-mu dan track record-mu di kampus nanti? Maka persiapkanlah semuanya dengan selalu mengusahakan yang terbaik. Namun aku selalu optimis, kalau bicara tentang kamu, aku yakin bahwa sekali kamu menentukan target maka kamu akan mengusahakannya sampai berpeluh dan berpayah. Aku tunggu kamu di sini, hingga kita bisa berfoto bersama nanti, di bawah Tokyo Tower dengan latar belakang salju yang mulai memutih dan menumpuk di bawah sepatu.

Catch me if you can.

Selamat berjuang, cah bagus!!

***

Diniatkan sebagai nasihat untuk diri sendiri, semoga senantiasa bisa mengejawantahkan syukur itu lewat kerja-kerja produktif nan istiqomah.

1.7.13

010713

Mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu apa yang kamu mau kejar, biarkan ia menggantung, mengambang lima senti di depan kening kamu. Jadi ia tidak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari dan percaya bahwa kamu bisa.

Apa pun hambatannya, bilang pada diri kamu sendiri kalau kamu percaya dengan keinginan itu dan kamu tidak bisa menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh. Bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apa pun itu.

Segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri.

Biarkan keyakinan kamu, lima senti mengambang di depan kening kamu. Dan sehabis itu yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa.

Keep our dreams alive, and we will survive.
- 5 cm

21.5.13

Cerita Setelah Fan-girling...

Beberapa hari ini, saya sangat suka dengan salah satu anggota AKB48 yang sekaligus menjadi anggota SKE48, Matsui Jurina. Entahlah, saya ini perempuan tapi bisa-bisanya suka sekali dengan dia, apalagi kalau mengingat usianya yang masih 16 tahun (kelahiran 1997 wow). Tapi yang saya tahu, selain cantik dan terlihat tough, dia punya kepribadian dan kualitas diri yang sangat bagus di usianya yang masih sangat muda. Dia sudah memulai jejak-jejak kerja kerasnya semenjak usia 11 di SKE48 (dia mulai menjadi anggota grup ini sejak tahun 2008), dan menurut saya, memiliki kesadaran untuk bekerja keras dan membimbing teman-temannya yang lain--yang kebanyakan lebih tua darinya, dia menjadi  anggota utama dan termuda di grup itu--di usia itu, usia di mana kita masih suka bersikap kanak-kanak kelas 6 SD, merupakan hal yang mengagumkan di mata saya.

Matsui Jurina

Malam ini saya menonton video reality show tentang dirinya, menonton pembicaraan tentang kepribadiannya. Layaknya anak usia 13 tahun (usia dia saat reality show itu), Jurina sangat ceria dan suka melontarkan lelucon-lelucon lucu. Tetapi yang membuat saya berpikir dan memutuskan menuliskan hal ini, banyak adegan di mana dia terlihat sangat antusias terhadap kegiatan yang dilakukannya. Jadwal yang padat selain kegiatannya di luar sekolah tetap membuatnya ceria dan tak kehilangan senyuman. Banyak hal yang dilakukannya dalam satu hari dan itu sangat produktif seperti bekerja (konser, menyanyi dan menari di panggung), latihan tampil, pemotretan, dan dia melakukannya dengan sangat antusias. Terlebih lagi, ada adegan di mana dia sedang menyempatkan belajar untuk persiapan ujian seminggu ke depan saat menunggu penampilan konsernya.

Hal ini membawa saya ke ingatan saya saat saya seusia dia. Apakah saya memiliki semangat yang sama seperti dia dulu ketika itu? Lalu pertanyaan-pertanyaan mulai muncul bertubi-tubi: Kemana antusiasmemu yang dulu sempat ada dan meletup-letup? Apa salahnya dengan bekerja lebih keras dari orang lain? Kenapa sekarang kamu terlalu memikirkan apa yang dipikirkan orang? Kenapa sekarang kamu merasa malu apabila dilihat orang kamu belajar dan berusaha lebih banyak dari orang lain? Dan pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya.

Saya merasa apa yang saya rasakan dulu ketika anak-anak dan remaja agak berbeda dengan apa yang seringkali saya rasakan sekarang-sekarang ini. Mungkin, karena sudah lumayan banyak yang dialami dan dilihat, hidup jadi terasa datar-datar saja, flat, dan saya tidak suka akan hal itu. Apakah benar apa yang pernah ditulis oleh Soe Hok Gie, bahwa manusia semakin pesimis setelah dia mulai menyadari realita yang terjadi sebenarnya di sekitarnya, setelah manusia mulai paham akan sejarah. (?) --> (Secara random saya menuliskan kalimat dari Soe Hok Gie ini, tiba-tiba saya mempertanyakan relevansinya dengan kalimat sebelumnya. Atau saya yang sudah mulai jadi pelupa? -_-)

Yang pasti, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri dan kembali ke jalan yang benar. Pernah saya berkata, saya ingin kembali menjadi anak-anak, kembali menjadi seseorang yang penuh antusiasme dalam menjalani berbagai peristiwa dan melihat semuanya seperti pengalaman pertama. Saya ingin semangat saya kembali seperti masa itu. Saya ingin bekerja sekeras dan secerdas apapun tanpa memikirkan apa yang dikatakan orang tentang saya. Semoga semuanya bisa saya jalankan. :)

Note: Tinjau kembali mimpi dan target masa depanmu dan susun jadwal kegiatan yang ingin kamu lakukan demi pencapaian tersebut. Itu sungguh dapat memotivasi kamu secara signifikan.

7.5.13

Jatuh Hati

*Jatuh hati

Ketika kita marah dengan Tuhan, benci sekali atas takdir Tuhan, bilang Tuhan tidak adil, apakah kita seketika berhenti bernafas? Diambil oleh Tuhan oksigen di sekitar kita? Apakah kita berhenti minum? Diambil seketika oleh Tuhan H2O itu di sekitar kita? Tidak, kan? Padahal mudah saja.

Itulah kasih sayang Tuhan.

Ketika kita sedih sekali, sedih sesedihnya atas banyak hal, kecewa, kecewa sampai mentok mentoknya, apakah lantas jantung kita berhenti berdetak? Ngambek jantungnya, karena kita sedang sedih. Ngambek paru-paru kita, karena kita sedang kecewa. Tidak, kan? Padahal jelas, jantung dan paru-paru, pun termasuk kedipan mata, itu tidak kita kendalikan, itu 'sistem otomatis' hadiah dari Tuhan. Mudah saja kalau Tuhan 'bosan' melihat kita sedih terus, nggak maju-maju, disuruh berhenti semuanya. Tapi tidak, kan?

Itulah kasih sayang Tuhan.

Di dunia nyata, jika kalian membuat orang berkuasa tersinggung, maka bisa berabe. Di perusahaan misalnya, bisa dipecat, diusir. Di sekolah, bisa di-DO, disuruh keluar. Atau tersangkut urusan dengan pihak berwajib, bikin mereka marah semarahnya, wah, ujungnya bisa dimasukkan ke kerangkeng besi. Atau yang simpel, melanggar peraturan page ini, langsung saya kandangkan, tidak bisa komen lagi. Itulah kasih sayang manusia, terbatas, bahkan yang lapang hatinya, luas pemahamannya, tetap terbatas.

Tidak ada yang lebih menakjubkan dibandingkan menafakuri hakikat 'kasih sayang Allah'. Sungguh, kasih sayangnya menggapai sudut-sudut gelap, orang-orang jahat, bahkan para perusak di muka bumi sekalipun. Dan kasih sayangnya, tidak terbilang, tidak terkatakan. Kita semua tahu, salah satu turunan dari sifat kasih sayang adalah memberi. Maka lihatlah begitu banyak yang diberikan Allah kepada kita, gratis, tanpa imbalan. Lantas apakah kita sudah membalasnya? Entahlah. 

Saya kadang tidak bisa menulis hal ini panjang lebar, karena kadang tiba-tiba saja saya kehabisan energi. Sesak oleh sesuatu. Maka akan saya tutup saja catatan ini dengan hal simpel: Hei, kita bisa jatuh hati pada orang yg terus menerus memberikan kebaikan. Sekeras apapun batu itu, tetap berlubang oleh tetes air terus menerus. Padahal apalah arti tetes air kecil dibanding batu. Kita bisa jatuh hati pada orang yg terus menerus peduli pada kita. Sesulit apapun meruntuhkan gunung perasaan, satu persatu dicungkil badannya, pasti akan rubuh pula gunungnya.

Kita jatuh hati karena itu bukan?

Lantas, apakah kita tidak jatuh hati pada yg maha pemberi kebaikan, duhai, setiap hari hidup kita diberi oksigen utk bernafas, air minum utk melepas dahaga, kesehatan, dan tak terhitung nikmat lainnya. Lantas, apakah kita tidak jatuh hati pada yg maha terus menerus peduli, aduhai, setiap hari kita dijaga dari marabahaya, dilapangkan jalan, dijauhkan dari penghalang, dan tak terhitung kepedulian lainnya, siang malam.

Tidakkah kita jatuh hati pada Tuhan kita?

- Darwis Tere Liye

6.5.13

....

Secara random, malam ini saya mengetikkan sebuah kata kunci, atau lebih tepatnya kalimat kunci di Google, dan keluarlah dua halaman ini:


Hal yang paling menyedihkan dari saya adalah: Saya sudah putus asa dan yakin tidak akan mendapatkan dia bahkan sebelum dia tahu saya sedang jatuh hati padanya.

4.5.13

Curhat Malam

Malam ini saya bicara tentang cinta dengan kedua teman dekat saya. Akhir-akhir ini saya merasa tidak fokus dan digerayangi perasaan yang aneh dan campur aduk. Sudah lama sekali saya tidak merasakan perasaan ambigu ini. Cinta itu ambigu, bukan? Kadang dia begitu nikmat bagai candu, kadang dia getir pahit seperti obat (walaupun obat itu sifatnya menyembuhkan).

Pembicaraan ini seperti debat kusir saja. Yah, layaknya pembicaraan di antara perempuan, yang hanya ingin didengarkan tanpa ada solusi yang naik ke permukaan. Tapi, memang sebenarnya belum ada solusi untuk masalah ini. Apa solusi untuk orang yang jatuh cinta? Tidak mungkin, kan, saya menyatakan perasaan ke hadapan dia. Dan saya seperti orang bebal yang selalu kepikiran dengan masalah ini, padahal saya sudah berkali-kali mengalami jatuh cinta. Hal getir lain yang sering membuat saya gigit bibir adalah kenyataan bahwa saya bukan apa-apa di mata dia (menurut saya), dan saya pun mengalami hal ini bukan untuk yang pertama kali.

Teman saya yang bijak berkata, nikmati saja. Sebenarnya klise, tapi memang begitulah seharusnya dan adanya. Dan saya menuruti kata-kata Albert Einstein untuk tidak menyalahkan gravitasi sehingga saya jatuh cinta.

Hal random lain yang sempat saya pikirkan tadi siang: Benarkah saya adalah beberapa orang yang merasa kesepian? Kemarin saya mengkhayalkan betapa kesepiannya Tuhan karena saya seringkali memikirkan hal-hal lain selain Dia, termasuk dia yang sedang membuat saya jatuh cinta sekarang ini. Cemburukah Tuhan? Dan tulisan yang siang tadi saya baca bertutur bahwa orang-orang paling kesepian adalah orang-orang yang sampai pikirannya memikirkan betapa kesepiannya Tuhan.

Hahaha, setelah saya baca tulisan saya dari atas sampai bawah saya menyadari tingkat absurditas saya sudah mencapai titik puncaknya hari ini. Selamat tidur dan selamat mimpi indah. :)

2.5.13

[PUISI] Cinta (Monyet)


-Cinta

Kutahu cinta adalah bunga hidup tak terkendali
tumbuh dalam keliaran jiwa yang penuh dengan
kemisteriusan

Hanya saja, di dalamnya
beribu pahatan kenangan
Kala kau tak mengetahui bunga yang akan kuberi
Kala kau hilang dalam kesenjaan
Kala kau menebarkan indahnya alam semesta

Tapi yang aku tahu,
hanya mimpi bersamamu
paling indah….

Bila waktunya tiba,
maukah kau mengelus sedikit rambutku?
Agar aku tidak merasa lenyap
dalam pengembaraanku bersamamu
Agar semua bunga-bunga kisah
tidak terhapus dalam kenangan

Menikmati perasaan cinta kala denganmu
adalah yang terindah
ketika kau dalam kesendirian
dan penuh tanda tanya

----------

Puisi cinta monyet. Saya tulis ketika saya sedang suka-sukanya dengan seorang pria di kelas saya dulu ketika SMP kelas 8, di usia 13. Yah... walaupun bertepuk sebelah tangan dan tak pernah saya ungkapkan kepadanya.
Saya mimpi tentang kamu semalam, lusa malam, dan malam-malam sebelum ini. Saya mimpi tentang kamu yang sulit menjadi kenyataan.



Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran

“Saya mimpi tentang sebuah dunia di mana ulama, buruh, dan pemuda bangkit dan berkata, 'Stop semua kemunafikan!' Stop semua pembunuhan atas nama apapun.
Dan para politisi di PBB sibuk mengatur pengangkutan gandum, susu, dan beras buat anak-anak yang lapar di tiga benua dan lupa akan diplomasi.

Tak ada lagi rasa benci pada siapapun agama apapun, ras apapun, dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.

Tuhan…
Saya mimpi tentang dunia tadi yang tak akan pernah datang.”





Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran.

30.4.13

Halo, Mah, Assalamualaikum. Lagi Apa, Mah?

Halo, Mah. Assalamualaikum.
Waalaikumsalam.
Lagi apa, Mah?

Hai, Mah. Apa kabar? Seperti biasa malam ini Dian telepon mamah lagi tadi. Dian tanya kabar mamah, kabar adik-adik, dan kabar saudara-saudara kita di sana. Ada apa di sana? Bagaimana sekolah Balkis dan Sanju? Bagaimana kabar datuk, sudah pulih kesehatannya? Dan yang paling penting, bagaimana kesehatan mamah? Sehat-sehat saja, kan?

Mah, tau gak, mah. Dian sering membayangkan bagaimana perasaan mamah, lho. Apa rasanya, mah, jadi mamah? Sering Dian kepingin nangis kalau membayangkannya. Mamah dulu punya mimpi, gak, mah? Mamah dulu punya cita-cita, gak, mah? Dulu apakah mamah punya keinginan seperti Dian untuk punya pendidikan yang tinggi, rumah yang bagus, anak-anak yang berbakti? Apalagi kalau sekarang membayangkan mamah kerja sendiri berjualan nasi di rumah. Mamah pernah merasa capek dan jenuh gak, mah?

Mah, mamah pernah merasa kesepian gak, mah? Dian belum bisa membayangkan, mah, kalau misalnya orang yang Dian cintai, yang setiap hari tidur di sebelah Dian selama 22 tahun, yang selalu Dian sambut dan lepas di ambang pintu ketika mau pergi bekerja, orang yang sering mengobrol, bercanda, dan menasihati Dian dan anak-anak Dian, juga orang yang bau keringatnya sampai Dian hafal, tiba-tiba menghilang, dan Dian masih harus berjuang panjang sendiri membuat anak-anak Dian berdaya. Dian belum bisa membayangkan kalau misalnya Dian yang jadi mamah.

Untungnya suara mamah di seberang telepon selalu lembut dan ceria. Mamah sedikit sekali mengeluh kepada Dian, kepada Balkis, kepada Sanju, walaupun mamah pernah mengeluh juga, tetapi Dian maklumkan, karena kepada siapa lagi manusia tempat mengeluh selain Dian, setelah kepergian Buya? Mah, apakah selama ini Dian bisa jadi tempat ngobrol yang baik, jadi pendengar yang baik, sama baiknya seperti Buya? Rasa-rasanya yang lebih banyak mengeluh dan bercerita di telepon itu Dian ketimbang mamah, hehehe.

Mah, sabar, ya. Semoga mamah selalu kuat. Semoga Dian, Balkis, dan Sanju selalu kuat, jadi bisa menguatkan mamah terus di saat mamah merasa lemah. Terima kasih, mah, atas setiap sms "lagi apa?" dan "sedang di mana?"-nya. Dian merasa jadi orang yang diperhatikan terus oleh pesan-pesan pendek itu. Terima kasih banyak sudah sering mengingatkan sholat dan mengaji untuk Buya. Terima kasih banyak sudah menjadi mamah Dian.


Script Film Pendek Metamorfosis

Di bawah ini adalah contoh naskah film pendek yang pernah saya buat. Ide cerita dari Riyan Al Fajri, dikembangkan oleh saya & beberapa teman yang lain. Jika ingin men-download versi pdf-nya, silakan download di sini.










(Insert Title Here)
by
Dian Rizki Hidayati







(7 Oktober 2012)







Draft 2
FADE IN:

1. INT. KAMAR JONI – PAGI – 27 OKTOBER – 07.30 AM

INSERT SUBTITLE: Jakarta, 27 Oktober 2012

Seorang pemuda, Joni, 19 tahun, masih tekun memeluk guling di kamarnya. Matahari sudah menembus tirai-tirai jendela. Kemudian ia dikejutkan dengan suara alarm weker di sebelah ranjangnya.

JONI (VOICE OVER)
(cuci muka, gosok gigi, pakai baju)
Gue Joni, 19 tahun, mahasiswa. Yah, kayak yang lo liat sekarang.  Bangun telat. Mandi telat. Sarapan? Ah, jangan ditanya, deh. Boro-boro sarapan, pernah diajak gebetan gue sarapan aja, gue ngaret 2 jam.

Visualisasi, Joni terlambat datang, salah tingkah. Di meja sudah menunggu seorang gadis.

JONI
(setengah berbisik)
Sori.

Gadis tersebut kemudian melihat jam & melihat Joni secara bergantian, lalu tersenyum dengan dipaksakan.

JONI (VOICE OVER)
Jadi bisa ditebak sekarang. Yak, gue jomblo. Tapi, gue nyantai aja, sih. Hidup untuk dinikmati, cuy.
(Mengambil segepok kertas di meja berjudul “PROPOSAL”, memasukkannya ke tas)
Jangan salah. Proposal tadi titipan temen gue yang aktivis. Kalo gue, mah, haha. Pokoknya, muka gue gak ngeksis sama sekali, deh, seantero kampus—


2. INT. RUANG TV KOSAN – PAGI
Joni melintasi ruang TV. Di TV, sedang disiarkan BERITA tentang DEMO MAHASISWA.

JONI (CONT. V.O.)
Apalagi demo. Jemur-jemuran pagi-pagi. Ah, ogah banget, dah.


3. EXT. JALAN ANTARA KOSAN – KAMPUS - PAGI
Joni kemudian beranjak ke kampus dengan buru-buru. Ramai orang berlalu-lalang.

JONI (CONT. V.O.)
Orang bilang, berubah itu suatu keniscayaan. Ya, pada akhirnya gue berubah, kok. Berubah ke arah yang lebih baik.


4. EXT. KORIDOR KAMPUS - PAGI
Di perjalanan, pandangan Joni sempat teralihkan oleh seorang GADIS CANTIK yang berjalan berlawanan arah dengannya. Terlalu asyik menikmati pemandangan segar tersebut, Joni MENABRAK TIANG koridor kampus. Di belakang gadis cantik itu ternyata segerombolan mahasiswa sedang mengikik melihat tingkah Joni.

JONI (CONT. V.O.)
Sayangnya, bukan ini yang buat gue berubah.


INSERT TITLE:

5. INT. RUANG KELAS – PAGI
SEKUMPULAN MAHASISWA, sekitar 30 orang, berada dalam kelas, sedang menekuni buku-buku dan catatan. Dosen, wanita cantik BERLIPSTIK MERAH, sedang duduk di depan, memeriksa buku dan berkas-berkasnya, kemudian ia seperti melihat sesuatu di antara mahasiswa.

Joni tertidur di meja, mulutnya menganga. Persis seperti tadi pagi saat ia masih di ranjangnya. Kemudian ada WEKER yang disodorkan oleh dosen itu ke telinga. Weker berdering. Joni terperanjat. Wajah ibu dosen sudah terlihat sangat jengkel.

IBU DOSEN
Sepertinya mahasiswa yang rajin satu ini sudah siap kalau saya kasih tugas paper.

Joni masih melongo.

IBU DOSEN
Nilai UTS kamu jelek. Kalau gak mau dapet D di nilai akhir, kumpulin paper-nya besok pagi, ya, pas ada kuliah umum. Temanya tentang pemuda zaman kemerdekaan.

Joni masih tetap melongo. Ibu Dosen berlalu. Kemudian Joni melengos, mengusap wajahnya.

6. INT. KAMAR JONI – MALAM

JONI (VOICE OVER)
(Benda-benda yang disebut Joni bermunculan satu-satu bersamaan dengan kata-kata Joni.)
Kertas. Mi instan. Air mineral. Cemilan. Yak, moga ini cukup buat persediaan perang. Moga aja gue gak ketiduran, kalo gak bisa mampus nilai gue.

Joni duduk bersila di lantai, membongkar buku dan kertas-kertas. Dia menggaruk-garuk kepala, kebingungan.

JONI (CONT. V.O.)
Gila. Mau nulis apaan tentang pemuda zaman kemerdekaan? Nulis tentang mereka perang-perangan? Apa gue nyontek buku sejarah aja, ya.

Beberapa waktu kemudian, Joni mendapat ide. Dia kemudian mengecek laptop, membuka browser, berselancar Google. Joni membuka salah satu situs. Di sana terlihat gambar tentara yang dicoret-coret mukanya. Joni membacanya sekilas.

JONI (CONT. V.O.)
Wah, kalau gue lahir zaman perang begini, gue ikut-ikutan perang juga kali, ya.

Joni membayangkan:

7. EXT. BARAK TENTARA – PAGI
Joni, dengan PAKAIAN TENTARA, muka CORENG-MONTENG, membawa SENAPAN, tertidur sambil duduk, juga dengan mulut menganga.

KOMANDAN
Hei, prajurit! Ayo bangun! Latihan! Latihan!
(menggedor-gedor pintu dan tembok)

Joni terbangun, membuka mata.

8. INT. KAMAR JONI – MALAM
Joni membuka mata, tersadar dari lamunannya.

JONI (VOICE OVER)
Wah, kalo gitu caranya, gue gak bisa tidur nyenyak, dong.

Joni kembali menatap laptop-nya. Tangannya mencoba meraih CEMILAN yang ada di sebelahnya. Tetapi, ada tangan lain di sana. Dan tangan Joni tidak sengaja memegang tangan itu. Joni, dengan mata masih terpaku di layar laptop, meraba-raba TANGAN KERIPUT tersebut. Kemudian Joni menengok. Ternyata, sudah ada seorang KAKEK di ujung hidungnya, berbaju BATIK, memakai BLANGKON.

JONI
(terperanjat)
HUAAAAA!

KAKEK
(terkekeh-kekeh)
Jangan takut, anak muda. Aku ini bukan hantu. Aku manusia, sama seperti kamu.

JONI
(bingung, tidak percaya)
Kakek siapa? Kok, ada di sini? Ini kamar saya, kan?

Kakek itu masih terkekeh-kekeh. Kemudian kakek itu bangkit. Berjalan menuju pintu, kemudian menengok.

KAKEK
Lebih baik kamu ikut aku.

JONI
Saya masih ada tugas, kek. Saya juga gak tau kakek ini siapa.

KAKEK
Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu. Percayalah, aku akan menunjukkanmu sesuatu yang berharga, sesuatu yang mungkin kamu tak bisa dapatkan dua kali. Kamu bisa lanjutkan tugasmu nanti.

Joni ragu-ragu. Kemudian dia lihat laptop-nya dan kakek itu bergantian. Kemudian, dia putuskan untuk beranjak, mengikuti kakek itu.

Kakek kemudian membuka pintu. Serta-merta sinar putih menerobos masuk kamar Joni. Joni kesilauan.

9. EXT. PINGGIR HUTAN – SIANG
Kakek dan Joni muncul begitu saja di bawah pepohonan perdu di pinggir hutan. Joni kemudian melihat tangannya, anggota tubuhnya, lalu melihat sekeliling. Joni seolah tidak percaya. Dia mengucek-ucek matanya.

JONI
Di mana ini, kek? Saya dibawa kemana ini?

KAKEK
Lihatlah di depan sana.

Sekumpulan pemuda berbaju tentara sedang sibuk memasak, meruncing bambu, memeriksa senapan, dan duduk memainkan peluit.

KAKEK (CONT’D)
Mereka adalah pemuda-pemuda di masa lalu.

Seorang tentara, namanya RIDWAN, lewat dengan membawa panci kecil berisi air, menuju tungku yang terbuat dari batu berbentuk huruf U.

KAKEK (CONT’D)
Kamu tahu pemuda itu? Dia tak lebih dari seorang anak yang tak punya orang tua lagi. Tapi semangatnya dalam berjuang, untuk meraih kemerdekaan, benar-benar bergelora.

Seorang tentara, yang lebih tinggi pangkatnya, mungkin sersan, masuk ke dalam sekumpulan tentara tersebut. Tentara-tentara muda tersebut segera beranjak, kemudian berbaris. Lalu, sersan tersebut berkata-kata sesuatu ke peleton tersebut.

JONI
I.. ini di zaman perang, kek? Saya gak lagi mimpi, kan? Mereka bisa lihat kita, gak, kek?

KAKEK
(terkekeh-kekeh)
Mari kita ke suatu tempat yang luar biasa. Tempat yang belum pernah kamu cicipi suasananya seumur hidupmu ini.

Mereka berdua kemudian lenyap.

10. EXT. HUTAN – SIANG (HUJAN)
Kakek dan Joni muncul dengan tiba-tiba seperti kedipan mata di balik pepohonan. Joni hampir tergelincir. Hutan sangat lembab dan ada tanah yang sedikit lapang yang becek karena hujan.

Di situ, RIDWAN, berseragam lengkap, dengan senapan di tangan, berjalan di depan dengan tempo yang sedikit lambat bersama kawanan tentara yang lain.

Ridwan bergerak menjauhi tanah terbuka sampai suara SENAPAN MESIN memecah suara alam siang itu. Tubuhnya terpelanting, terlumuri lumpur becek seperti kotoran.

Tentara yang lain tiarap. Kakek tetap tenang. Joni terperanjat tanpa bersuara.

SERSAN
Ada serangan! Ada Serangan!

Tiba-tiba, sebuah bom meledak di balik semak, terdengar seperti suara bom atom, yang merontokkan bagian depan peleton tersebut. Beberapa orang di belakang panik berbicara lewat walkie talkie, bersembunyi di balik rerimbunan semak lainnya.

11.         EXT. HUTAN – SEMAK DI BELAKANG TERJADI ADU SENJATA -(HUJAN)

TENTARA 3
Dokter! Segera ke sini! Dokter! Ridwan tertembak!

Senapan mesin terus berkoar-koar.

TENTARA 2
(merebut walkie talkie dari tentara 1)
Dokter! Segera ke sini! Dua orang sudah tertembak! Jaya tertembak!

Suara roket kembali menggelegar. Tanah lumpur bermuncratan, debu-debu berhamburan. Mereka kemudian tiarap. Seorang tentara lain merayap dari belakang.

TENTARA 1
Siapa yang tertembak?

TENTARA 2
Ridwan dan Jaya.

12.         EXT. HUTAN – TITIK DEPAN (HUJAN)
Tentara 1 kemudian kembali merayap ke depan. Lumpur berlepotan mengenai wajahnya. Desingan peluru senapan masih membuat gaduh. Kemudian dia bersembunyi di balik batang kayu yang melintang di dekat tanah lapang. Di situ, Jaya sudah tak bernyawa. Wajah dan matanya sudah kotor oleh cipratan lumpur dan darah. Kemudian Tentara 1 mengintip dari balik batang kayu. Dilihatnya Ridwan sedang tak berdaya, bersembunyi di balik gundukan tanah.

TENTARA 1
Ya, Allah!

Tentara 1 kemudian melihat Sersan yang tak jauh berlindung darinya, tiarap, sambil sesekali menembakkan senapan. Kemudian Tentara 1 kembali merayap ke depan, berlindung di balik gundukan-gundukan tanah dan batang-batang pohon.

13.         EXT. HUTAN – TITIK DEPAN (HUJAN)
Tentara 1 merayap mendekati Ridwan, memastikan bahwa ia masih hidup.

TENTARA 1
Ridwan! Ridwan! Bisa dengar aku?

Ridwan mengerang. Terdengar suara senapan mesin. Cipratan lumpurnya mengenai mereka berdua.

Tentara 1 berlindung, kemudian mengetahui letak si empunya senapan mesin tadi. Dia berada di lubang persembunyian sekitar 10 meter dari tempatnya sekarang. Musuh tersebut tiba-tiba kehabisan peluru. Dia kemudian sibuk mengisi peluru-pelurunya.

Tentara 1 tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ditariknya granat. Kemudian dilemparkannya ke dalam lubang tersebut. Dalam hitungan detik, lubang tersebut meledak.

Tentara 1 bergegas mendekati Ridwan. Ridwan terluka parah, dia tertembak di beberapa tempat, dengan kesadaran yang sudah samar-samar.

TENTARA 1 (CONT’D)
Ridwan! Ridwan!

RIDWAN
(mengerang)
….Jangan…tinggalkan aku. Tolong, jangan tinggalkan aku…

TENTARA 1 (CONT’D)
Aku akan menyelamatkanmu. Kau akan baik-baik saja. Kau akan baik-baik saja.

14.         EXT. HUTAN – SIANG (HUJAN)
Pemandangan dramatis tersebut menusuk mata Joni, menerobos sel-sel syarafnya. Membuat Joni merinding, bergidik. Terlihat dari wajahnya yang memancarkan ketakutan dan ketegangan.

KAKEK
Ini hanyalah secuplik perjuangan kami dulu yang menginginkan kebebasan. Masih banyak orang lain di luar sana yang mempertaruhkan nyawanya, merelakan dirinya untuk sebuah kemerdekaan. Mereka semua berjuang. Tentara-tentara menerobos peluru. Romusha membanting dan mencabik tulang. Jugun ianfu menukar nyawa dengan kehormatan. Pada akhirnya kemerdekaan pun dapat diraih. Karena itu, betapa tidak bersyukurnya jika kita tidak berjuang, sama kuatnya, sama kerasnya, untuk membangun bangsa ini, melanjutkan perjuangan mereka.

Kemudian semuanya putih. Layar putih. Suara alarm berdering.

15.         INT. KAMAR JONI – DINI HARI – 02.05 AM
Alarm berdering. Joni terbangun dikejutkan alarm yang berteriak itu. Dimatikannya alarm. Dilihatnya jam. Jam 2 lewat 5.

INSERT SONG: INDONESIA PUSAKA (SEBAGIAN BERSUARA MANUSIA SEBAGIAN INSTRUMEN)

Joni kemudian melihat sekeliling. Bingung, tadi mimpi apa bukan. Kemudian dia tersenyum. Tak jadi dipikirkannya. Dia lanjut membuka laptop, mengerjakan tugasnya tadi. Dia tidak tidur lagi malam itu. Semangat—yang entah dari mimpinya atau bukan—sudah memenuhi kepalanya, tak ada ruang lagi untuk kemalasan.

16.         INT. KAMAR JONI – SUBUH – 05.30 AM
Joni merampungkan paper-nya. Sudah di-print, tinggal dijilid. Joni tersenyum. Kemudian dia segera ke kamar mandi, lanjut berwudhu dan sholat.

17.         INT. GEDUNG SERBA GUNA – PAGI
Joni sampai di GSG sebelum waktunya, berbaju rapi, berwajah cerah. Dia melihat beberapa peserta kuliah umum ada yang sudah datang, dan beberapa orang sedang menyiapkan kuliah umum.

JONI (VOICE OVER)
Gue mungkin gak tahu kejadian semalem itu mimpi atau bukan. Tapi, yang gue tahu pasti, mungkin itu dikasih Tuhan buat gue. Thank God, Tuhan bener-bener sayang sama gue.

Joni menghampiri Ibu Dosen yang sedang duduk di kursi depan. Ibu Dosen menerima paper-nya dengan senang hati. Ibu Dosen tersenyum, menepuk pundak Joni. Joni tersenyum.

JONI (CONT. V.O.)
Hidup itu adalah perjuangan. Perjuangan untuk mencapai kebaikan. Karena itulah esensinya manusia hidup, untuk mencapai kesempurnaan dalam hidupnya.

Joni kemudian beranjak dari tempat Ibu Dosen. Dia berhenti sebentar karena di depannya ada gadis cantik yang dilihatnya tempo hari, sedang memandangnya, tersenyum.

JONI (CONT. V.O.)
Emang semua orang gak selalu bisa memulai sesuatu hal dengan baik. Tapi, semua orang bisa menciptakan akhir yang baik dengan perubahan. Dan buat gue, perubahan menjadi lebih baik itu, dimulai dari—

Joni membalas senyum si gadis. Kemudian melangkah mendekati gadis itu.

JONI (CONT. V.O.)
—sekarang.

Joni berkenalan dengan gadis itu. Mereka terlihat bercakap-cakap.

18.         INT. SUATU SUDUT GSG – PAGI
Terlihat sosok kakek dari belakang, ada blangkon dan rambut ubanannya yang khas, terkekeh-kekeh.

A QUOTATION AGAINST A BLACK SCREEN: Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad “Merdeka, merdeka atau mati!” – Soekarno

FADE OUT and CREDITS ROLL.