Pages

21.5.13

Cerita Setelah Fan-girling...

Beberapa hari ini, saya sangat suka dengan salah satu anggota AKB48 yang sekaligus menjadi anggota SKE48, Matsui Jurina. Entahlah, saya ini perempuan tapi bisa-bisanya suka sekali dengan dia, apalagi kalau mengingat usianya yang masih 16 tahun (kelahiran 1997 wow). Tapi yang saya tahu, selain cantik dan terlihat tough, dia punya kepribadian dan kualitas diri yang sangat bagus di usianya yang masih sangat muda. Dia sudah memulai jejak-jejak kerja kerasnya semenjak usia 11 di SKE48 (dia mulai menjadi anggota grup ini sejak tahun 2008), dan menurut saya, memiliki kesadaran untuk bekerja keras dan membimbing teman-temannya yang lain--yang kebanyakan lebih tua darinya, dia menjadi  anggota utama dan termuda di grup itu--di usia itu, usia di mana kita masih suka bersikap kanak-kanak kelas 6 SD, merupakan hal yang mengagumkan di mata saya.

Matsui Jurina

Malam ini saya menonton video reality show tentang dirinya, menonton pembicaraan tentang kepribadiannya. Layaknya anak usia 13 tahun (usia dia saat reality show itu), Jurina sangat ceria dan suka melontarkan lelucon-lelucon lucu. Tetapi yang membuat saya berpikir dan memutuskan menuliskan hal ini, banyak adegan di mana dia terlihat sangat antusias terhadap kegiatan yang dilakukannya. Jadwal yang padat selain kegiatannya di luar sekolah tetap membuatnya ceria dan tak kehilangan senyuman. Banyak hal yang dilakukannya dalam satu hari dan itu sangat produktif seperti bekerja (konser, menyanyi dan menari di panggung), latihan tampil, pemotretan, dan dia melakukannya dengan sangat antusias. Terlebih lagi, ada adegan di mana dia sedang menyempatkan belajar untuk persiapan ujian seminggu ke depan saat menunggu penampilan konsernya.

Hal ini membawa saya ke ingatan saya saat saya seusia dia. Apakah saya memiliki semangat yang sama seperti dia dulu ketika itu? Lalu pertanyaan-pertanyaan mulai muncul bertubi-tubi: Kemana antusiasmemu yang dulu sempat ada dan meletup-letup? Apa salahnya dengan bekerja lebih keras dari orang lain? Kenapa sekarang kamu terlalu memikirkan apa yang dipikirkan orang? Kenapa sekarang kamu merasa malu apabila dilihat orang kamu belajar dan berusaha lebih banyak dari orang lain? Dan pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya.

Saya merasa apa yang saya rasakan dulu ketika anak-anak dan remaja agak berbeda dengan apa yang seringkali saya rasakan sekarang-sekarang ini. Mungkin, karena sudah lumayan banyak yang dialami dan dilihat, hidup jadi terasa datar-datar saja, flat, dan saya tidak suka akan hal itu. Apakah benar apa yang pernah ditulis oleh Soe Hok Gie, bahwa manusia semakin pesimis setelah dia mulai menyadari realita yang terjadi sebenarnya di sekitarnya, setelah manusia mulai paham akan sejarah. (?) --> (Secara random saya menuliskan kalimat dari Soe Hok Gie ini, tiba-tiba saya mempertanyakan relevansinya dengan kalimat sebelumnya. Atau saya yang sudah mulai jadi pelupa? -_-)

Yang pasti, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri dan kembali ke jalan yang benar. Pernah saya berkata, saya ingin kembali menjadi anak-anak, kembali menjadi seseorang yang penuh antusiasme dalam menjalani berbagai peristiwa dan melihat semuanya seperti pengalaman pertama. Saya ingin semangat saya kembali seperti masa itu. Saya ingin bekerja sekeras dan secerdas apapun tanpa memikirkan apa yang dikatakan orang tentang saya. Semoga semuanya bisa saya jalankan. :)

Note: Tinjau kembali mimpi dan target masa depanmu dan susun jadwal kegiatan yang ingin kamu lakukan demi pencapaian tersebut. Itu sungguh dapat memotivasi kamu secara signifikan.

7.5.13

Jatuh Hati

*Jatuh hati

Ketika kita marah dengan Tuhan, benci sekali atas takdir Tuhan, bilang Tuhan tidak adil, apakah kita seketika berhenti bernafas? Diambil oleh Tuhan oksigen di sekitar kita? Apakah kita berhenti minum? Diambil seketika oleh Tuhan H2O itu di sekitar kita? Tidak, kan? Padahal mudah saja.

Itulah kasih sayang Tuhan.

Ketika kita sedih sekali, sedih sesedihnya atas banyak hal, kecewa, kecewa sampai mentok mentoknya, apakah lantas jantung kita berhenti berdetak? Ngambek jantungnya, karena kita sedang sedih. Ngambek paru-paru kita, karena kita sedang kecewa. Tidak, kan? Padahal jelas, jantung dan paru-paru, pun termasuk kedipan mata, itu tidak kita kendalikan, itu 'sistem otomatis' hadiah dari Tuhan. Mudah saja kalau Tuhan 'bosan' melihat kita sedih terus, nggak maju-maju, disuruh berhenti semuanya. Tapi tidak, kan?

Itulah kasih sayang Tuhan.

Di dunia nyata, jika kalian membuat orang berkuasa tersinggung, maka bisa berabe. Di perusahaan misalnya, bisa dipecat, diusir. Di sekolah, bisa di-DO, disuruh keluar. Atau tersangkut urusan dengan pihak berwajib, bikin mereka marah semarahnya, wah, ujungnya bisa dimasukkan ke kerangkeng besi. Atau yang simpel, melanggar peraturan page ini, langsung saya kandangkan, tidak bisa komen lagi. Itulah kasih sayang manusia, terbatas, bahkan yang lapang hatinya, luas pemahamannya, tetap terbatas.

Tidak ada yang lebih menakjubkan dibandingkan menafakuri hakikat 'kasih sayang Allah'. Sungguh, kasih sayangnya menggapai sudut-sudut gelap, orang-orang jahat, bahkan para perusak di muka bumi sekalipun. Dan kasih sayangnya, tidak terbilang, tidak terkatakan. Kita semua tahu, salah satu turunan dari sifat kasih sayang adalah memberi. Maka lihatlah begitu banyak yang diberikan Allah kepada kita, gratis, tanpa imbalan. Lantas apakah kita sudah membalasnya? Entahlah. 

Saya kadang tidak bisa menulis hal ini panjang lebar, karena kadang tiba-tiba saja saya kehabisan energi. Sesak oleh sesuatu. Maka akan saya tutup saja catatan ini dengan hal simpel: Hei, kita bisa jatuh hati pada orang yg terus menerus memberikan kebaikan. Sekeras apapun batu itu, tetap berlubang oleh tetes air terus menerus. Padahal apalah arti tetes air kecil dibanding batu. Kita bisa jatuh hati pada orang yg terus menerus peduli pada kita. Sesulit apapun meruntuhkan gunung perasaan, satu persatu dicungkil badannya, pasti akan rubuh pula gunungnya.

Kita jatuh hati karena itu bukan?

Lantas, apakah kita tidak jatuh hati pada yg maha pemberi kebaikan, duhai, setiap hari hidup kita diberi oksigen utk bernafas, air minum utk melepas dahaga, kesehatan, dan tak terhitung nikmat lainnya. Lantas, apakah kita tidak jatuh hati pada yg maha terus menerus peduli, aduhai, setiap hari kita dijaga dari marabahaya, dilapangkan jalan, dijauhkan dari penghalang, dan tak terhitung kepedulian lainnya, siang malam.

Tidakkah kita jatuh hati pada Tuhan kita?

- Darwis Tere Liye

6.5.13

....

Secara random, malam ini saya mengetikkan sebuah kata kunci, atau lebih tepatnya kalimat kunci di Google, dan keluarlah dua halaman ini:


Hal yang paling menyedihkan dari saya adalah: Saya sudah putus asa dan yakin tidak akan mendapatkan dia bahkan sebelum dia tahu saya sedang jatuh hati padanya.

4.5.13

Curhat Malam

Malam ini saya bicara tentang cinta dengan kedua teman dekat saya. Akhir-akhir ini saya merasa tidak fokus dan digerayangi perasaan yang aneh dan campur aduk. Sudah lama sekali saya tidak merasakan perasaan ambigu ini. Cinta itu ambigu, bukan? Kadang dia begitu nikmat bagai candu, kadang dia getir pahit seperti obat (walaupun obat itu sifatnya menyembuhkan).

Pembicaraan ini seperti debat kusir saja. Yah, layaknya pembicaraan di antara perempuan, yang hanya ingin didengarkan tanpa ada solusi yang naik ke permukaan. Tapi, memang sebenarnya belum ada solusi untuk masalah ini. Apa solusi untuk orang yang jatuh cinta? Tidak mungkin, kan, saya menyatakan perasaan ke hadapan dia. Dan saya seperti orang bebal yang selalu kepikiran dengan masalah ini, padahal saya sudah berkali-kali mengalami jatuh cinta. Hal getir lain yang sering membuat saya gigit bibir adalah kenyataan bahwa saya bukan apa-apa di mata dia (menurut saya), dan saya pun mengalami hal ini bukan untuk yang pertama kali.

Teman saya yang bijak berkata, nikmati saja. Sebenarnya klise, tapi memang begitulah seharusnya dan adanya. Dan saya menuruti kata-kata Albert Einstein untuk tidak menyalahkan gravitasi sehingga saya jatuh cinta.

Hal random lain yang sempat saya pikirkan tadi siang: Benarkah saya adalah beberapa orang yang merasa kesepian? Kemarin saya mengkhayalkan betapa kesepiannya Tuhan karena saya seringkali memikirkan hal-hal lain selain Dia, termasuk dia yang sedang membuat saya jatuh cinta sekarang ini. Cemburukah Tuhan? Dan tulisan yang siang tadi saya baca bertutur bahwa orang-orang paling kesepian adalah orang-orang yang sampai pikirannya memikirkan betapa kesepiannya Tuhan.

Hahaha, setelah saya baca tulisan saya dari atas sampai bawah saya menyadari tingkat absurditas saya sudah mencapai titik puncaknya hari ini. Selamat tidur dan selamat mimpi indah. :)

2.5.13

[PUISI] Cinta (Monyet)


-Cinta

Kutahu cinta adalah bunga hidup tak terkendali
tumbuh dalam keliaran jiwa yang penuh dengan
kemisteriusan

Hanya saja, di dalamnya
beribu pahatan kenangan
Kala kau tak mengetahui bunga yang akan kuberi
Kala kau hilang dalam kesenjaan
Kala kau menebarkan indahnya alam semesta

Tapi yang aku tahu,
hanya mimpi bersamamu
paling indah….

Bila waktunya tiba,
maukah kau mengelus sedikit rambutku?
Agar aku tidak merasa lenyap
dalam pengembaraanku bersamamu
Agar semua bunga-bunga kisah
tidak terhapus dalam kenangan

Menikmati perasaan cinta kala denganmu
adalah yang terindah
ketika kau dalam kesendirian
dan penuh tanda tanya

----------

Puisi cinta monyet. Saya tulis ketika saya sedang suka-sukanya dengan seorang pria di kelas saya dulu ketika SMP kelas 8, di usia 13. Yah... walaupun bertepuk sebelah tangan dan tak pernah saya ungkapkan kepadanya.
Saya mimpi tentang kamu semalam, lusa malam, dan malam-malam sebelum ini. Saya mimpi tentang kamu yang sulit menjadi kenyataan.



Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran

“Saya mimpi tentang sebuah dunia di mana ulama, buruh, dan pemuda bangkit dan berkata, 'Stop semua kemunafikan!' Stop semua pembunuhan atas nama apapun.
Dan para politisi di PBB sibuk mengatur pengangkutan gandum, susu, dan beras buat anak-anak yang lapar di tiga benua dan lupa akan diplomasi.

Tak ada lagi rasa benci pada siapapun agama apapun, ras apapun, dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.

Tuhan…
Saya mimpi tentang dunia tadi yang tak akan pernah datang.”





Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran.