Pages

30.6.14

[PUISI] Gede-Pangrango

Angin & kabut telah menyelimuti pepohonan
ketika kaki kita kembali menapak dari singgasana bidadari
Baru saja kita duduk lesehan di sana
dibuai mega yang cahayanya menyinari wajah-wajah kita
Juga bunga-bunga yang manis di Surya Kencana
Imaji rumpun edelweis di Mandalawangi
Jika entah angin apa mampu mempertemukan kita kembali,
masihkah kau seperti dahulu?
Mendongengkanku tentang bunga-bunga mungil yang putih di Lembah Kasih
juga syair-syair tentang serpihan surgawi di perjalanan kita

Aku akan sangat rindu padamu, Gede-Pangrango
Tapak sepatu yang beradu dengan bebatuan terjal berliku
Bulir butir peluh & air mata, selang-seling napas & jantung kita yang menderu
Juga celoteh penghibur & selongsong semangat dari tiap kita
Menerobos misteri yang bergelayut di balik pohon-pohon, di balik batu-batu
Perjalanan ini mengingatkanku pada satu sajak bahwa hidup adalah soal keberanian
menghadapi yang tanda tanya
Kurasakan itu dalam pengembaraanku bersamamu
Kurasakan itu dalam kerinduanku pada Gede-Pangrango


Jakarta, akhir Juni 2014

Dari kiri ke kanan: Mas Fajar, Dian, Mba Bella, Hadi, Mba Lina, Mas Amri