Pages

13.1.14

Monolog - Dialog

1) Taman Maya
Hei, kamu, aku sangat menyukai dia.

Astaga, sebegitunya hatimu gundah-gulana karena dia, sampai-sampai menyapaku hanya dengan satu kalimat barusan di pagi buta.

Mungkin karena aku ingin mengungkapkannya tapi tidak bisa?

Rasanya hati dan pikiranmu harus dialihkan ke kerja fisik. Atau, kenapa tidak kamu ungkapkan saja kepadanya?

Aku malu.

Kalau boleh kita bertukar peran sekarang, mungkin aku akan mengungkapkan perasaanku padanya. Aku ini spesies tangguh, yang akan selalu mengejar apa yang aku inginkan. Walaupun pada akhirnya hanya gagal yang ada di tangan, aku tidak pernah menyesal.

Hm, tidak. Cinta wanita menurutku cukup disimpan dalam hati. Paling tidak sementara ini.

Oh, itu memang tergantung prinsip dan mazhab yang kamu imani.

Mazhab?

Iya, aku Keynessian, kamu Adam Smith. Aku percaya harus ada tangan tak terlihat yang menyeimbangkan permintaan dan penawaran. Layaknya cinta, harus ada usaha yang dilakukan oleh salah satu atau keduanya, baik terlihat maupun tak terlihat.

Oh, aku baru ingat. (Aku percaya Tuhan pun bisa dianggap sebagai tangan tak terlihat.)

Dan tak ada yang salah jika kamu memilih mazhab Adam Smith. Jodoh di tangan Tuhan. Kamu tetap bisa dianggap berusaha: berusaha menahan diri; berusaha dengan berdoa.

Iya, selama ini aku berusaha menahan diri.

Itu juga berhubungan dengan seleramu terhadap risiko: Apakah kamu mencintai risiko, atau menghindari risiko?

Hahaha, aku rasa kamu sangat cerdas dalam membuat analogi.

2) Taman Dunia
Hei, kamu, apa istimewanya jatuh cinta? Bukankah perasaan jadi tak menentu, perut terasa tergelitik setiap detik, kadang berbunga-bunga, kadang cemburu.

Bukankah karena bermacam-macam itu jadi semakin menarik?

(Ya, seperti cerita fiksi saja. Aku tak tahu kelanjutannya. Aku tak sabar menunggu episode berikutnya.)
(Kemudian aku meninggalkanmu. Pergi ke sudut jendela.)
Hei kamu, lama tidak menyapamu.

Apa kabar? Sepertinya aku akan sering-sering datang kemari beberapa minggu ke depan.

Aku sedang.... gembira.

Gembira seperti tempo hari kamu tersenyum-senyum sendiri di pedestrian?

Hm, mungkin.

Paling tidak kamu menikmati perjalanan sendirianmu itu, juga tak lagi menghujat kedatanganku, walaupun itu kadang-kadang.

Karena kupikir kedatanganmu membuatku merasa semakin kesepian.

Bukankah kamu sudah terbiasa sendirian?

Mungkin lebih tepatnya kamu sering merepotkanku, hahaha.

Ah, kamu enteng sekali bicara hal itu padaku.

Jangan sedih, aku tidak membencimu, kok. Aku senang kalau kamu datang di sore atau malam hari.
(Kemudian kamu bergelayut, lalu lepas dari gantunganmu, meluncur ke bawah, seolah-olah tidak peduli pada kata-kata penghiburku barusan. Hancur. Melebur dengan percikan satu-satu.)

3) Taman Jiwa
Hei, kamu, kenapa selalu ada di sini?
..............................
..............................
..............................
..............................
..............................
..............................
(Sebenarnya aku lupa apa yang barusan kamu katakan, apa yang barusan aku katakan. Tapi aku ingat kamu selalu ada di sini. Duduk. Bercanda. Bersamaku.)
Secara harfiah mungkin aku selalu bersamamu. Semenjak aku pergi dari sini, ada kamu.
Di mana-mana: di otak, di hati, di mata, di telinga, di hidung, di kulit, di mulut.
Kemudian aku kembali kemari, kamu muncul tanpa diminta. Di mana-mana: di otak, di hati, di mata, di telinga, di hidung, di kulit, di mulut.
Jangan sampai aku berpikir untuk mengkultuskan dirimu.
..............................
..............................
..............................
..............................
(Barusan kamu masuk ke otakku, lalu ke mata dan telinga. Lagi-lagi aku lupa apa-apa yang kamu katakan.)

Aku pikir aku seperti mengulang kata-kataku beberapa bulan belakangan. Persis sekali tingkahmu ini dengan kata-kata sakti itu. Persis. Tapi kenapa rupamu berubah lagi? Sepertinya aku terus mengulang kata-kata itu secara periodik. Mengulang lagi. Mengulang lagi. Seperti lingkaran setan. Sayangnya aku tidak tahu kapan usainya. Aku tidak tahu kapan kamu benar-benar menjadi nyata.

Ada kamu di sini semalam, lusa malam, dan malam-malam sebelum ini. Ada kamu yang sulit menjadi kenyataan.


Jakarta, 13 Januari 2013

No comments:

Post a Comment